Minggu, 02 November 2008

Keresahan Para Wakil Rakyat

Radar Solo Selasa, 13 Mei 2008

SOLO - Kegelisahan akan isu kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) ternyata tak melulu didominasi kalangan masyarakat bawah. Sejumlah anggota DPRD Kota Solo dari PDIP dan PPP juga merasakan kegelisahan yang sama.

Menariknya, kali ini para wakil rakyat tersebut menumpahkan kegelisahan bukan di forum rapat melainkan turun ke jalan, laiknya warga yang tengah menggelar demontrasi. Meski hanya di halaman gedung DPRD Solo, namun aksi mereka ini cukup mengejutkan para pengguna jalan yang kebetulan melintas.

YF Sukasno (ketua Fraksi PDIP), KPH Satriyo Hadinagoro (ketua Komisi IV), Honda Hendarto (anggota Fraksi PDIP), Sri Hartono (anggota Fraksi PDIP) dan Edy Jasmanto (anggota komisi IV), menggelar aksi mereka secara spontan. Aksi berawal dari keluh - kesah mereka disambati sejumlah kontituennya saat reses yang merasa keberatan dengan dengan isu kenaikan BBM ini.

Setelah berdiskusi secara bebas, salah satu dari mereka yakni Sukasno melontarkan ide untuk menyuarakan aspirasi mereka langsung kepada publik. Dia lantas membuat sejumlah poster yang berisikan penolakan rencana kenaikan harga BBM, di ruang komisi. Sekitar pukul 11: 30, Kasno-demikian panggilan akrabnya-dengan menenteng poster langsung berjalan ke halaman gedung dewan.

Dia pun lantas menggelar orasi. Sesaat kemudian, keempat rekannya mengikuti jejak Kasno. Mereka ramai - ramai menyuarakan ketidaksetujuan dengan rencana kenaikan harga BBM. Meski hanya segelintir peserta, aksi ini cukup menarik perhatian warga yang melintas di depan gedung dewan dan sejumlah wartawan serta karyawan yang biasa ngepos di tempat tersebut.

"Langkah pemerintah pusat sudah salah. Sebab, yang menjadi patokan harga BBM naik adalah melambungnya harga minyak mentah dunia. Kami atas nama wakil rakyat menolak tegas kenaikan harga BBM yang tidak masuk akal ini," kata Edy Jasmanto.

Edy mengaku ucapannya tak ada muatan politisnya. Ini merupakan hasil yang dia dapat saat reses. Sebagian besar masyarakat di Solo menolak kenaikan harga BBM tersebut. Sebelum menaikan harga BBM, pemerintah sebetulnya masih ada peluang untuk menangkal kemiskinan yang menjerat masyarakat. Yakni dengan cara mencabut subsidi BBM kepada orang kaya dan dialihkan ke masyarakat miskin. "Hingga kini pemerintah masih memihak kepada orang kaya yang jelas-jelas secara finansial sudah cukup. Tapi tidak melihat masyarakat miskin yang jauh dari cukup," koar dia.

Kasno--yang menjadi koordinator lapangan --mengatakan, masyarakat sudah tidak kuat lagi dengan adanya kenaikan harga BBM ini. Selain itu, masih ada cara lain untuk menyelamatkan APBN selain menaikan harga BBM. Yakni dengan cara menjadwal pengembalian utang luar negeri secara bertahap.

Tidak hanya itu saja, penarikan aset-aset koruptor tidak boleh berhenti. Yang paling penting, efisiensi anggaran di segala bidang seperti anggaran untuk pembangunan bisa dikurangi. "Pemerintah harus objektif melihat realita di masyarakat. Jangan malah menyengsarakan masyarakat dengan cara menaikkan harga BBM," tandas Kasno.

Sementara itu, rencana pemerintah menaikkan harga BBM sebesar 30 persen juga memicu keresahan dari warga Solo. Mereka mengadu ke unit Pengaduan, Aspirasi dan Informasi Anggota DPR RI dari Daerah Pemilihan V Muttamimmul ’Ula.

Aduan yang masuk ke unit yang biasa di kenal dengan Tammim Center ini, baik berupa short message service (SMS) maupun melalui telepon, kesemuanya bernada kecaman terhadap kebijakan pemerintah SBY-JK.

"Bahkan, kebijakan kompensasi berupa Bantuan Langsung Tunai (BLT) dianggap bukan sebagai solusi. Justru dianggap oleh warga sebagai kebijakan yang akan kontraproduktif, karena akan menimbulkan kecemburuan sosial akibat lemahnya data warga yang berhak menerima," ujar M. Iklas Tamrin, koordinator Tammim Center.(un/nan)

Tidak ada komentar: